TEMPO Magazine, Thanks to Cite Me!
Emhh.. kali ini saya pengin ‘copas‘ alias copy-paste ngga papa ya. Selain artikel ini menarik, ada yang lebih menarik buat saya khususnya. Kenapa? Karena nama saya disebut-sebut … deuuuu !!! 😀
Ceritanya begini, sekitar seminggu lalu, saya mendapat SMS dari seseorang yang mamanya Yandi, wartawan Tempo. Dia minta telp saya untuk sekedar wawancara kecil mengenai software Office gratisan dari IBM yang benama Lotus Symhony. Rupanya Maz Yandi ini sudah melakukan research kecil-kecilan mengenai pengguna Lotus Symphony di Indonesia. Ketemulah dia dengan sebuah artikel saya di blog lama saya yang menceritakan pengalaman saya mencoba menggunakan software tersebut. Dan akhirnya, saya pun menerima telp-nya setelah saya mencari tempat yang agak sepi (karena waktu itu saya ada di tempat orang kondangan). Nah,.. makanya, kalo rekan-rekan ada yang membeli Majalah TEMPO hari ini, pasti akan temen-temen temui artikel ini.
KETIKA komputer masih mengeluarkan suara krik… krik… krik dan disketnya sebesar tegel, tersohorlah tiga program: DOS sebagai sistem operasi, WordStar untuk mengolah kata, serta Lotus 1-2-3 sebagai pengolah data dan tabel.
Peran tiga sekawan itu lalu tergantikan, konon akibat kegagalan mengikuti perkembangan ”kecerdasan” komputer. Pada era Pentium, kejayaan ketiga serangkai itu sudah habis. Perannya diambil alih Microsoft yang memperkenalkan sistem operasi Windows, Microsoft Word, dan Microsoft Excel yang lebih nyaman dipakai karena menggunakan antarmuka berbasis grafis.
Tapi Lotus tidak benar-benar mati. Gagal bangkit bersama aplikasi perkantoran SmartSuite pada kurun 1996-2002, Agustus lalu anak usaha IBM ini meluncurkan Symphony (symphony.lotus.com). Sementara SmartSuite harus dibeli US$ 300 (sekitar Rp 3 juta) per paket, Symphony gratis 100 persen. Paket cuma-cuma sudah termasuk Symphony Document untuk mengolah kata, Symphony Spreadsheet untuk meramu data, dan peracik materi presentasi, Symphony Presentation.
Rupanya orang masih mengingat bekas si Raja Tabel. Dalam sepekan setelah Lotus meluncurkan Symphony versi 1.1 pada September lalu, 100 ribu pengguna mengunduh program ini. Inikah tanda Raja Tabel akan kembali?
Belum tentu. Angka 100 ribu belum seberapa dibanding jumlah pemakai aplikasi perkantoran yang kini mencapai lebih dari setengah miliar orang.
Sambutan atas kedatangan bekas Raja Tabel mungkin cuma sesaat. Seperti halnya WordStar yang mencoba bangkit kembali melalui perusahaan MicroPro pada 1996. Kala itu WordStar merombak habis penampilannya. Programnya juga digratiskan (www.wordstar.org). Toh, kejayaan pengolah kata itu tak pernah kembali. Belakangan pengembangan program ini bahkan seolah mati suri.
Kini persaingan program-program perkantoran amatlah ketat. Pasar cenderung monopolistis. Pada 2006 saja diperkirakan ada lebih dari 400 juta orang memakai Microsoft Office—asli ataupun bajakan. Pesaing ”terdekatnya”, program gratis OpenOffice, baru dipakai sekitar 40 juta.
Di deretan aplikasi cuma-cuma, OpenOffice memang menjadi penjegal utama Symphony. Pekan lalu, Sun Microsystem mengeluarkan versi terbarunya, OpenOffice 3.0. Aplikasi ini sudah tersedia untuk sistem operasi Mac X. Aplikasi ini juga bisa membuka berkas dari dokumen MS Office 2007, sedangkan Symphony baru mendukung dokumen dari MS Office 2003 ke bawah.
Selain itu, aplikasi perkantoran yang tersedia cuma-cuma dan bakal menjadi pengganjal Symphony adalah Kingsoft Office 2007, PC Suite 602, atau Abi Word. Belum lagi GoogleDoc yang bisa mengetik langsung melalui Internet.
Tantangan lain yang harus dihadapi Symphony adalah rendahnya keinginan pengguna mencari program alternatif. Yuyun Estriyanto, misalnya, pemakai Microsoft Word. Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini hanya mencoba Lotus uji coba lalu kembali ke Microsoft Office.
Toh, Yuyun mengatakan Symphony bisa menjadi pilihan pas buat pengguna yang tidak mau membeli program berbayar. ”Program alternatif lebih baik ketimbang bajakan,” ujarnya. ”Apalagi fasilitas Microsoft Office dengan aplikasi gratisan sebenarnya tidak jauh beda, hanya memang perlu membiasakan diri dulu,” katanya.
Tapi jangan anggap Symphony tak bisa melewati tantangan itu. Tempo telah menjajal program ini dan—harus diakui—program ini cergas.
Symphony tersedia untuk sistem operasi Windows, Linux, dan—yang masih diracik—sistem operasi Mac. ”Untuk komputer Mac, sabar saja. Symphony pasti bisa dinikmati pengguna Mac secepatnya,” kata Hai Feng Zhang, Manajer Pengembangan Lotus Symphony Install.
Dibanding program perkantoran yang lebih dulu populer, ukuran Symphony lebih kecil. File instalasinya, misalnya, cuma 206 megabita untuk Windows, 306 megabita untuk Linux, dan untuk Ubuntu, 188 megabita. Bandingkan dengan ukuran Microsoft Office atau OpenOffice yang dua kali lipat.
Lotus sengaja membikin Symphony berukuran mini. Kepala arsitek Symphony, Yue Ma, mengatakan pemakai aplikasi perkantoran biasanya hanya menggunakan 20 persen dari fitur yang tersedia. Jadi Symphony berfokus pada aplikasi perkantoran yang paling banyak dipakai, meskipun 80 persen fitur yang jarang dipakai sering pula menjadi alasan awal memilih sebuah aplikasi. ”Prinsip desain program ini adalah bisa menjangkau fungsi dasar, solid, serta cepat,” kata Yue Ma.
Yang menyenangkan dari Symphony adalah, seperti namanya, penampilan program ini terasa mewah. Menu bar untuk menyunting format naskah, misalnya, mirip program pengolah gambar Macromedia (Adobe), yang terkenal berpenampilan keren.
Bar itu ditampilkan dalam panel di sisi kanan jendela dan—sila buktikan—menyunting naskah pun jadi lebih mudah. Ini berbeda dengan tampilan default Microsoft Office atau OpenOffice yang, maaf, jadul karena panel itu dipasang di bagian atas jendela aplikasi.
Symphony juga jauh lebih terintegrasi dengan web dibanding Word atau OpenOffice. Aplikasi ini benar-benar sudah berfungsi sebagai alat peramban situs, sehingga Anda bisa mengolah dokumen sekaligus menjelajahi Internet.
Untuk semua kemewahan itu, Lotus tak mengurangi jumlah fitur yang wajib ada pada sebuah pengolah dokumen. Misalnya, basis program adalah format dokumen terbuka atau Open Document Format (ODF). Dengan format ini, Symphony bisa membuka dokumen buatan program aplikasi lain. Symphony juga mendukung format PDF. Alhasil, ”Pengguna independen yang terbiasa dengan ’dokumen terbuka’ siap menuai manfaat,” kata Erwin Sukiato, Country Manager Indonesia, IBM Software Group, saat peluncuran Symphony.
Program ini masih punya cacat serius, yaitu bisa berhenti mendadak dan, apa boleh buat, dokumen yang tak sempat di-save hilang sepenuhnya. Untunglah masih ada jalan keluar lain: aktifkan fitur File Recovery, yang merupakan salah satu fasilitas dari File Supervision yang disediakan Symphony. Jangan lupa juga sering-sering memijat tombol Ctrl+S (baca: Save).
Mungkin karena program ini baru diluncurkan, Symphony belum memiliki sistem update otomatis. Bahkan belum ada fasilitas membandingkan versi yang terpasang di komputer dengan versi terbaru di server Symphony.
Toh, aneka kekurangan itu tak lantas membikin Symphony kurang layak dijajal.
Yandi M.R.
Ringkas tapi Cerdas
IBM Lotus Symphony 1.1 layak menjadi pilihan aplikasi dalam menyelesaikan tugas-tugas kantor. Aplikasi gratis ini bisa membuat tenang penggunanya karena legal. Selain gratis, aplikasi ini menawarkan berbagai kelebihan, seperti kemudahan berinternet, akses lebih cepat, serta tampilan menawan. Ini dia caranya:
Masuk ke situs http://symphony.lotus.com. Klik menu download. Pilih sistem operasi yang sesuai. Pasang aplikasi di komputer. Jangan lupa, Symphony butuh ruang penyimpanan minimal 750 MB Linux dan 540 MB buat Windows. Memori minimal 512 MB.
Kesimpulan,..
Tulis konten yang orisinil! Siapa tahu kita bisa mendapatkan hoki dr topik yang kita bahas. Tentunya yg kayak saya ini nggak memberikan reward apa-apa,.. tapi jika kita bisa menguasai suatu bidang, maka insyaa Alloh rejeki akan menjemput kita (baca Menagapa Dosen Harus Ngeblog). Bukankah Alloh mendatangkan rejeki kepada kita dari waktu dan arah yang tidak disangka2 ??? Insya Alloh …